Keberadaan
organisasi Aceh Sepakat menjadi salah satu bukti warga asal Aceh telah lama bermukim di Kota Medan.
Warung kopi di sebuah eks loket bus antar propinsi, Jalan Gajah Mada, Medan, ramaidipadati pengunjung. Dari wajah seluruh pengunjung,
mayoritas didominasi warga etnis Aceh.
Bagi masyarakat asal Aceh, Jalan Gajah Mada, sudah tidak asing lagi mengingat kawasan ini sempat sebagai pusat transportasi darat Medan-Banda Aceh-Medan, jauh sebelum Terminal Pinang Baris ada. Itu sebabnya, masyarakat pendatang asal Aceh, lambat-laun ramai bermukim di sini, Jalan Darussalam dan sekitarnya.
“Masyarakat Aceh yang tersebar
di luar propinsi Aceh yang paling terbesar di Sumatera Utara, umumnya datang untuk
berniaga. Maka di era tahun 60-an pengusaha-pengusaha besar keturunan Aceh
sudah ada di Medan,” sebut H M Husni Mustafa SE, Ketua Umum DPP Aceh Sepakat.
Aceh Sepakat merupakan wadah
perkumpulan masyarakat Aceh di Kota Medan
yang didirikan pada 31 Desember 1968 lalu. Organisasi ini dibentuk bertujuan untuk
mempersatukan semua perkumpulan etnis Aceh di Sumut karena sebelumnya,
masyarakat Aceh terpecah dalam sejumlah wadah, seperti Perkasa, Perkumpulan
Masyarakat Aceh (PMA), Perkumpulan
Masyarakat Pidie, Aceh Utara, Aceh Gayo, Aceh Barat/Selatan. Sedangkan yang informal antara lain Serikat
Tolong Menolong (STM) Aceh Besar, Perkumpulan Pengajian, dan Arisan.
Seiring dengan waktu, organisasi
ini kemudian berkembang ke bidang sosial dan keagamaan dengan mendirikan
sejumlah fasilitas di Kota Medan, seperti Masjid Raya Aceh Sepakat Medan di
Jalan Mengkara, Rumah Sakit Islam Malahayati di Jalan Diponegoro, Yayasan Panti
Asuhan Darul Aitam di Jalan Medan Area Selatan, Yayasan Pendidikan Islam
Miftahussalam di Jalan Darussalam, Asrama Mahasiswa dan lahan pekuburan.
“Ini dibangun karena Aceh
Sepakat merupakan wadah kepedulian sosial dan keagamaan. Tidak hanya untuk etnis
Aceh namun juga untuk masyarakat umum lainnya,” terang Husni .
Salah satu fasilitas yang tidak
pernah sepi dikunjungi masyarakat Aceh adalah Masjid Raya Aceh Sepakat Medan. Masjid
yang didirikan mulai sekitar tahun 1997
ini, tak hanya sekadar sebagai tempat ibadah dan kegiatan keagamaan, tapi juga
dijadikan sebagai pusat informasi dan komunikasi antar masyarakat Aceh.
Menurut Husni, kedatangan masyarakat
Aceh ke Medan, sudah dimulai sejak Sultan Iskandar Muda (palingma besar dalam
masa Kesultanan Aceh, berkuasa dari tahun 1607-1636), menjalin hubungan dengan
Kesultanan Deli, sampai ada pernikahan antara
Raja Aceh, Sultan Mukhayat Syah dengan Putri Hijau, putri dari Sultan Deli,
Sultan Sulaiman.
Kemudian, periode pada jaman penjajahan
Belanda, dimana masyarakat Aceh datang ke Medan turut membantu perjuangan dalam
mempertahankan kemerdekaan yang kemudian memilih menetap di Medan. Umumnya
masyarakat Aceh datang ke Medan, lanjut Husni karena berniaga.
“Budaya Sumut dengan Aceh tidak
jauh berbeda. Masyarakat Sumut sangat Well Come kepada pendatangnya. Maka
tidak heran, kuliner Aceh banyak di sini,”
tambah Husni tersenyum. ( Midian Simatupang)
Komentar