Kamis menjelang siang hari akhir Februari 2012 lalu, saya mendapat kesempatan mewawacarai Dimardi Abas, pemilik Radio KISS FM, yang saat ini sudah almarhum. Saya banyak bertanya tentang perjalanannya meraik kesuksesan dalam membangun bisnis Radio di Sumatera Utara.
Berikut ini artikel tentang kesuksesannya dalam membangun bisnis Radio di Sumatera Utara yang pernah dimuat di Kover Magazine edisi Maret 2012 lalu, yang mungkin bisa bermanfaat bagi pembaca.
Foto: www.terasmedan.com |
Bila ingin tahu bagaimana membangun bisnis Radio.
Sosok Diamardi Abas lah tepat untuk konsultasi. Merintis membangun
stasion radio sejak tahun 1970, ia kini
sukses membangun tujuh stasiun radio lokal di Sumatera Utara.
Ia lebih akrab disapa “Bang Ucok”, meski sebenarnya nama
aslinya Dimardi Abas. Di usianya yang sudah memasuki 64 tahun, penampilannya
tetap mengikuti trend, sesuai dengan konsep Radio Kidung Indah Selaras Ssuara
atau akrab didengar KISS FM yang
menyiarkan informasi, perkembangan musik dan trend gaya hidup.
“KISS FM adalah jawaban kepada anak muda yang haus akan
informasi, berita, musik dan gaya hidup terkini. Musik-musik yang sedang hip.
Segmen pendengarnya jelas, yakni antara usia 18-25 tahun,” sebut Dimardi saat Kover Magazine menyambangi
kantornya di Jalan Cut Nyak Dien No. 16, Medan, Kamis akhir Ffebruari lalu.
KISS FM telah lama
melekat di telinga anak muda kota Medan. Ada pameo baru di kalangan anak muda
yang mengatakan, jangan mengaku “gaul” kalau belum belum pernah mendengar Radio
KISS FM. Maklum, stasiun radio yang didirikan sejak 1971 dengan nama awal Radio
Echo Lima 41 ini, boleh dikatakan menjadi saluran informasi pertama yang
memperdengarkan musik-musik terbaru yang sedang hits, baik dari tanah air
maupun mancanegara.
Tak berlebihan bila KISS FM sudah dianggap menjadi
barometer radio anak muda di Medan. “Konsepnya, what is in, what is out. KISS FM selalu berusaha menjadi yang terdepan
untuk menginformasikan issu terbaru musik dan gaya hidup,” ujar Dimardi Abas
menjelaskan radio berfrekwensi 105.00 FM, yang mengusung tagline: “The Hottest
Hits in Medan! itu.
Yang tak kalah menarik, alasan lulusan Fakultas Teknik
Elektro Universitas Sumatera Utara (USU), Medan ini menjadikan KISS FM menjadi
saluran berita yang mendepankan isu lokal karena melihat semua televisi dan
media cetak tidak mungkin mampu
meng-cover isu lokal secara cepat. “Meski isu yang kami siarkan tidak begitu
lengkap,” akui Dimardi.
Melebarkan Sayap
Menyadari semua kebutuhan pendengar tak bisa dijawab oleh
satu radio saja. Dimardi pun kemudian melebarkan sayap dengan mendirikan sejumlah
stasiun radio lain dibawah bendera group KISS yakni Star FM 104.6, Mix FM 90.8,
Lafemme FM 88, Lite FM 92.8 , Yaska FM 100.2 di kota Tebing Tinggi dan 105 Radio
Adia Utama (RAU) FM Kota Padangsidimpuan.
Semua radio milik suami Linda Tri Murni Maas ini,
didirikan dengan segmen pendengar berbeda dengan tujuan untuk bisa mengakomodir
seluruh keinginan pendengar. Bila KISS
FM yang pertama didirikannya pendengar setianya berusia 18-25 tahun. Star FM melirik segmen pendengar antara usia
12-20 tahun, dengan isi siaran selalu menggunakan bahasa gaul Medan . “Kalau
mau dengar ada ucapan ‘kau’, ‘aku’, ‘cemmana’, dan lain-lain. Nah, dengarlah
Star FM,” kata Dimardi.
Sementara Lite FM untuk segmen pendengar usia dewasa,, Mix FM dengan program mandarin, Lafemme FM 88 menyajikan musik dan informasi seputar
lifestyle, entertainment dan kesehatan Wanita.
Untuk mengakomodir pendengar di luar kota Medan, Dimardi mendirikan RAU FM di
kota Padang Sidempuan dan Radio Yaska Jaya FM di Tebing Tinggi. Tak heran bila julukan sebagai Raja Radio Lokal
di Medan mulai mengarah kepadanya dengan jumlah karyawannya saat ini telah mencapai 100 orang.
.
Berawal dari Hobi Radio Amatiran
Keberhasilan Dimardi merangkul pendengar dari berbagai
segmen memang bukanlah sebuah pekerjaan yang begitu saja turun dari langit. Kesuksesannya
berawal dari hobi radio amatiran. Hanya
bermodal kreatitas merangkai komponen-komponen elektronik, pada tahun 1970 ia mendirikan
radio Echo Lima 41. Ketika itu Radio Echo Lima 41 tanpa mengantongi izin siaran
.
Kehadiran Radio Echo Lima 41 pun tak lepas dari persoalan
isu politik, yang diidentikkan sebagai jargon budaya barat kapitalisme karena
juga kerap memperdengarkan musik-musik dari barat, seperti The Beatles, Elvis
Presley, Deep Purple, Leed Zeppelin, atau band papan atas yang sedang meroket
di era 1960-1970-an.
Menggunakan nama asing untuk radio pun pada saat itu
dianggap tabu. Belakangan, entah bermaksud membuat birokrat jengkel atau tidak,
nama Echo Lima 41 pun diganti menjadi KISS FM. Toh, nama ini semula sempat
masih dianggap mengusung nama asing. “Padahal, KISS adalah singkatan Kidung Indah
Selaras Suara,” ujarnya terseyum sedikit tertawa.
Meski awalnya berangkat dari hobi radio amatiran,
perusahaan radio Echo Lima 41, kini telah menjadi cikalbakal jaringan “raksasa”
radio di Sumut. Dimardi, sosok yang juga mencintai tanaman hias dan seni rupa
ini dan aktif di berbagai organisasi, menyadari meskipun teknologi internet
telah merambah media dewasa ini, posisi radio tetap menjadi bagian terpenting
di tengah peradaban manusia.
Menurut Dimardi sendiri, peluang untuk mendirikan industri
penyiaran radio sebenarnya masih terbuka luas di Medan, meskipun pemainnya
semakin banyak dari masa ke masa. “Masih banyak peluang sebenarnya. Asalkan
kita jeli melihatanya banyak ide dan kreatif,” paparnya.
Komentar