Gedung eks Balai Kota dikenal sebagai simbol kejayaan Kota
Medan di masa lalu.
Gedung eks Balai Kota di bagian depan Grand Aston City Hall Hall, Jalan Balai Kota, Medan. Foto: www.pemkomedan.go.id |
Gedung eks Balai Kota di bagian depan Grand Aston City Hall, Jalan Balai Kota, Medan, masih tetap terlihat megah berdiri. Pilar-pilar gaya Yunani pada bagian depan bangunan dibalut dengan warna serba putih begitu anggun dipandang. Meski sudah berusia ratusan tahun, hawa Kota Medan tempo dulu masih bisa dirasakan dari desain arsitekturnya yang bergaya eropa awal abad 20.
Gedung eks Balai Kota memang memiliki keunikan tersendiri dibanding
gedung tua lainnya di Kota Medan. Misalnya, pada bagian menara terdapat jam dan
lonceng buatan sebuah pabrik di Belanada Van Bergen yang dipasang pada tahun
1913. Jam ini merupakan sumbangan Tjong A Fie, seorang saudagar Cina yang
sukses membangun perkebunan di Tanah Deli.
Kesawan Tempo Dulu. Foto:www. |
Di masa kedudukan kolonial Belanda, jam ini selalu berdentang
setiap satu jam sekali dan menjadi petunjuk waktu di sekitar kawasan Lapangan
Merdeka tempo dulu.
Gedung ini dahulunya digunakan sebagai pusat pemerintahan
Kolonial Hindia-Belanda yang dibangun CM Boon, seorang arsitek Belanda pada tahun
1908, terakhir digunakan sebagai kantor Wali Kota Medan tahun 1990 dan sejak
tahun 2005 lalu, berubah peruntukan menjadi D'Haritage Cafe di bawah manajemen
Grand Aston City Hall.
"Sesuai dengan visi kami, ini merupakan solusi untuk
menyelamatkan gedung Balai Kota. Beruntung ada pengusaha yang mau membangun hotel
Grand Aston. Pemko Medan juga sudah menunjukan komitmennya tidak menghancurkan
gedung itu," sebut Hairul, Ketua Pelaksana Harian Badan Warisan Sumatera
(BWS) .
BWS merupakan salah satu lembaga nirlaba yang selama ini
sangat getol dalam meperjuangkan pelestarian bangunan-bangunan sejarah di Kota
Medan, salah satu diantaranya adalah gedung eks Balai Kota Medan.
Kesawan Tempo Dulu Foto:www. |
Berbagai catatan sejarah menuliskan, berdirinya gedung Balai
Kota Medan memiliki hubungan kuat dengan sejarah berdirinya Kota Medan. Adalah
Jacobus Nienhuys, seorang saudagar asal Belanda yang menjadi pelopor berdirinya
Kota Medan.
Ketika masa kepimpinan Mahmoed Perkasa Alam Shah sebagai
Sultan Deli, Jacobus Nienhuys mendapat kepercayaan membuka perkebunan tembakau
di wilayah bagian selatan Labuhan di bawah perusahaan Deli Maatschapij Company.
Keberhasilan Jacobus Nienhuys membuka perkebunan Tembakau,
lambat-laun menarik minat para saudagar dan perusahaan dagang asing membuka
perkebunan tembakau di Tanah Deli, termasuk juga masyarakat pribumi yang berdatangan
untuk mengadu nasib.
Kedatangan para pedagang asing dan meningkatnya urbanisasi
penduduk pribumi memberika dampak positif terhadap ekonomi Tanah Deli. Melihat
Medan-yang saat itu disebut kampung Medan Putri, semakin berkembang, pembanguna
sarana dan prasarana dibutuhkan, termasuk gedung Balai Kota Medan.
Dengan semakin ramainya aktivitas perdagangan dan komunitas
masyarakat dari berbagai etnis, mendorong pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda
memindahkan Ibukota Asisten Residen Deli ke Medan tahun 1879. Tidak hanya itu,
pada tahun 1887 ibukota Residen Sumatera Timur dari Bengkalis ikut dipindahkan
ke Kota Medan termasuk Istana Kesultanan Deli yang semula berada di Kampung Bahari
(Labuhan) juga pindah seiring dengan selesainya pembangunan Istana Maimoon pada
tanggal 18 Mei 1891, sehingga Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan.
Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan
kedudukannya menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gemeente
(Kota Praja) dengan Walikota pertama, Baron Daniel Mackay.
Nah, bagi yang ingin merasakan bagaimana suasana Medan Tempo
Dulu, dapat mengunjungi D'Haritage Cafe di Grand Aston City Hall.
Komentar