Daniel Irawan mulai mengkoleksi film sejak kecil |
Dunia perfilman sangat sulit terlepas dari kehidupan ayah satu putri ini. Film
sudah menjadi bagian hidupnya sejak berusia 2,5 tahun. Dari hobi nonton film
itu lah, ia mengkoleksi puluhan ribuan judul film beserta pernak-peniknya. Ia
memilki rencana akan mendirikan sebuah museum film. Menabjubkan !
Museum pribdainya Jalan Gatot Subroto Gang Johar 5A/7, Medan |
Sosok pria satu ini tak hanya
dikenal sebagai seorang dokter spesialis kulit dan kelamin. Sisi lain, ia dikenal
sebagai seorang kolektor film di Medan. Betapa tidak, ia mengkoleksi sekitar 35 ribu judul film dalam format DVD, 5000 an dalam bentuk VHS, 500-an Laser Disc dan 5000-an Video CD.
Sejumlah film-film produksi di tahun 1916 dan film-film
Indonesia era tahun 60an seperti Malingkundang yang dibintangi Rano Karno atau Film
Butet yang kini cukup langka ditemui, masih ada ditangannya. ”Sekarang saya
mengkoleksi semua jenis film dari semua genre (aliran) dan negara, dari era film
hitam putih, film-film bisu termasuk film-film Charlie Chaplin sampai film-film
rilisan terbaru,” kata Daniel Irawan bercerita tentang koleksi filmnya.
Saat Kover mengunjungi rumahnya sekaligus kliniknya di Jalan Gatot Subroto Gang Johar 5A/7, Medan, suatu malam November
lalu, ribuan keping film beserta pernak
peniknya dari foster, ukuran teatrikal,
leaflet, buku-buku pembuatan mug,
t-shirt, goodie bag , standee berukuran gede yang biasanya dipajang di bioskop dan sebagainya memenuhi tiga kamar yang kini dijadikan
sebagai museum pribadinya. Salah satu diantara kamar disulap home
theatre.
Tak sedikit koleksi film-filmnya terpaksa harus menumpuk dilantai kamar karena
rak tersedia sudah padat terisi. ”Sebagian sudah saya pindahkan ke rumah saya
satu lagi di Imam Bonjol,
karena sudah tidak ada lagi tempat’ tutur penggemar film Genre fiksi ilmiah dan komedi romantis ini.
Agar gampang menemukan film yang diinginkannya, pria berusia 36 tahun ini,
membuat katalog yang dibagi berdasarkan genre dengan nama masing-masing
tertera di rak-nya. “Saya sengaja memilih nama-nama unik untuk membagi genrenya
misalnya Adrenalination’ untuk genre action, ‘Romancing The Movies’ untuk
film-film lovestory baik komedi maupun drama, ‘Screamers’ untuk horror dan
lain-lain,” sebutnya .
Koleksi Sejak Kecil
Mengolkesi film ternyata sudah
mulai dilakukannya sejak kecil. Saat itu suami Lanny Novianda Irawan ini sudah mengkoleksi sejumlah
film dalam bentuk video kaset (VHS), misalnya Star Wars dan film-film yang
benar-benar disukainya. Namun, keseriusannya
mengkoleksi film mulai dijalaninya sejak SMU. “Waktu itu masih dalam bentuk
video kaset VHS NTSC dan Laser Disc,” ujarnya.
Hingga saat ini, ia rutin menonton film-film yang diputar di bioskop, sedikitnya empat kali dalam seminggu. Selebihnya menonton di rumahnya. Tidak itu saja, di malam hari ia
juga rajin memutar film-film lama untuk ditonton komunitas film Medan dan masyarakat
lainnya di warkop bola layar tancap yang
didirikannya di halaman rumahnya Jalan Imam Bonjol.
Baginya ada banyak ilmu yang bisa
didapat lewat film, mulai dari budaya,
bahasa, politik, geografis, dan science. “Hobi yang jadi bahan pembelajaran dan
benar-benar dicoba buat didalami,” jawabnya ketika disinggung artis ebuah film dalam kehidupannya.
Berburu Film
Sejak duduk di bangku SMU ia
mulai serius melakukan perburuan film dari semua tempat yang ada. Setiap
jalan-jalan ke luar kota atau keluar negeri, film menjadi salah satu daftar belanja wajib. Untuk
film yang susah didapatkan di toko-toko biasa, Daniel mengorder dari
situs-situs di Internet seperti Amazon dan lain-lain. Selian itu, Daniel
melakukan barter film yang dimiliknya, dengan sesama kolektor film.
Salah satu yang diburunya adalah film-film dalam kemasan boxset yang unik dan
berbonus merchandise film, seperti limited edition yang berkemasan kayu ukiran,
bentuk tematis filmnya seperti Band Of Brothers berbentuk tas militer dengan
peta dan kompas, dan ”Sekarang saya sedang mengumpulkan film-film Indonesia zaman
dulu yang sebagian banyak didapat di luar seperti Malaysia. Ini harta karun
yang berharga sekali, tapi sayangnya pemerintah kita kurang serius mengurus databasenya,”
paparnya.
Tidak itu saja, dalam waktu dekat ia berencana membuat museum film di
kota Medan
yang tak terbatas hanya pada film dalam bentuk fisik. Namun juga pernak-pernik film,
agar orang lain juga bisa menikmati tampilan poster-poster dan merchandise film
zaman dulu. “Selain itu, mungkin dalam waktu dekat saya akan membantu
seorang teman mempromosikan film bioskopnya untuk roadshow di Medan,” tambahnya.
Pekerjaan dan Kegiatan Sampingan
Hobinya terhadap perfilman, dijadikannya sebagai
pekerjaan sampingan. Ia pun menjadi penulis review film di sebuah koran lokal
sejak masih kuliah, pada tahun 1997 dan
kegiatan lainnya yang berhubungan dengan film. Pria ramah dan gampang senyum
ini juga aktif di beberapa komunitas film lokal, movieblogger nasional yang
baru berdiri tahun lalu.
Terkadang diminta menjadi juri
buat festival lokal seperti FFA (Festival Film Anak). “Kalau itu nggak. Saya
menulis resensi cuma untuk koran, blog saya sendiri dan social networking di
beberapa forum internet,” katanya. Kalau lagi waktu bebas, ia bersama dua orang
teman yang lain memproduksi film indie dengan namanya Cinema étranger. (Bahasa
Perancis, artinya outsider) melalui rumah produksi kecil-kecilan yang
didirikannya.
Dari beberapa film indie yang dibuat dan pernah diikut
sertakan dalam festival-festival nasional. Film indie yang
diproduksi pernah menang di kontes short parody Asia/Australia yang diadakan
MTV tahun 2005 (Shoot It and Spoof It MTV Movie Awards 2005). ”Hadiahnya waktu
itu handycam dan trip gratis ke Hollywood, Los Angeles,” jelasnya dengan
tersenyum.
Komentar