Simbol Keterwakilan Perempuan Sumut di Kancah Politik

Sebahagian besar masyarakat umumnya dan kaum perempuan Sumatera Utara (Sumut) khususnya,  nama Prof.DR.Ir.Hj. Damayanti Lubis sudah tidak asing lagi didengar. Perempuan 60 tahun kelahiran Binjai ini kini menjadi simbol kebangkitan  kaum perempuan asal Sumatera Utara (Sumut) untuk berkarya di Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) Jakarta. 

Prof.DR.Ir.Hj. Damayanti Lubis

Maklum, sejak lembaga itu dibentuk, baru kali ini kaum perempuan dari Sumut mendapat perwakilan di DPD RI. Sebelumnya, beberapa kali Pemilihan Umum  (Pemilu) berlangsung setelah reformasi bergulir,  keterwakilan  Sumut di DPD RI masih  didominasi kaum pria.

“Sekarang perempuan ada 27% di DPD RI. Artinya, perempuan saat ini sudah bisa mandiri,” sebut perempuan yang pernah memperoleh Penghargaan Karya Satya dua kali dari mantan Presiden  Soeharto tahun 1997 dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2006,  di kediamannnya Jalan Picauly Nomor 14, Komplek Universitas Sumatera Utara (USU), Jumat pertengahan Okteber lalu.

Sejak sebagai anggota DPD RI periode 2009-2014  aktivitasnya terbagi di Jakarta dan  di daerah. Di gedung Senayan, ia saat ini bergabung di Komite III yang mengurus persoalan Pendidikan, Agama, Kesehatan, Perempuan dan Anak, Pariwisata, Ketenagakerjaan, Kesejahteraan Rakyat. Sebahagian waktunya lagi waktu berkunjung ke daerah untuk menyerap aspirasi masyarakat

Tak hanya menampung aspirasi dari masyarakat. Pejabat setingkat bupati hingga mengadu kepadanya karena perosalan belum turunnya dana dari Pemerintah Pusat. Untuk kemudahan memperjuangkan aspirasi, ia menyediakan fasilitas  yang bisa dipergunakan masyarakat tanpa batas waktu  seperti faksimil, sms via ponsel dan email  untuk menampung pengaduan.

Mengundurkan diri dari dosen

Perjalanan  alumni S1 di  Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menuju gedung Senayan bukanlah tanpa perjuangan dan pengorbanan dalam membantu menaikan harkat dan martabat kaum perempuan. Ketika mencalonkan diri,  istri Prof DR Ir Chalilullah Rangkuti MSc ini, nekat  hingga melepas pekerjaanya sebagai seorang dosen di Jurusan Teknik Mesin USU. 

Mengundurkan diri dari dosen sebenarnya menjadi pilihan tak enak bagi mantan Asisten Pembantu Rektor IV USU ini. Dosen sudah dirintisnya sejak tahun 1976 lalu.  Namun, karena tekad sudah bulat, ia memilih resiko kehilangan pekerjaan bila langkahnya tidak mulus ke gedung Senayan.

Untungnya, usaha dan pengorbannya tidak sia-sia. Dengan perolehan suara peringkat ke empat, Damayanti akhirnya  lolos menemani Drs  Rudolf Pardede, Parlindungan Purba SH MM dan  DR H Rahmat Syah. Alasan utama baginya duduk di DPD RI  ingin lebih banyak berbuat bagi masyarakat. “Kalau saya ikut di DPD, saya bisa mempengaruhi kebijakan untuk rakyat dan perempuan khususnya,” ujarnya beralasan. 

Selama menjadi ‘senator’ sejumlah usaha sudah dilakukannya  seperti mengajukan usulan perubahan UU Ketenaga Kerjaan, penurunan ongkos ibadah haji dan persoalan ujian nasional.  “Tak jarang untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat, saya hingga ngotot dengan menteri di dalam rapat  Komite,” ujar pemilik hoby membaca dan traveling ini.

Jejak menuju DPD RI

Jejak perjalannya ke DPD RI, berawal dari usai menyelesaikan pendidikan S3 di University of Leeds, Inggris tahun 1990. Kembali dari Inggris, ia  sering melakukan  penelitian dan aktif dalam berbagai diskusi mengenai seputar persoalan kemasyarakatan dan perempuan.

Nah, dari sinilah ia di mulai berperan hingga pernah menjadi Ketua Pusat Studi Wanita USU  dan Ketua Kaukus Perempuan Sumut hingga saat ini, yang menjadi pondasi untuk berbuat lebih banyak lagi di DPD RI  untuk masyarakat dan kaum perempuan khususnya.

Komentar